SABHANGKA.COM, MUNA – Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Sulawesi Tenggara (Sultra) tahun 2024 masih menghitung bulan, bahkan pendaftaran calon pun belum memasuki jadwal tahapan penyelenggara. Namun sayangnya pertarungan para kandidat yang masih berstatus Bakal Calon seakan sudah beradu strategi.
Pantauan sabhangka.com melihat, bahwa beberapa Bakal Calon Gubernur maupun Bakal Calon Bupati semakin gencar menebar pesona agar mendapat simpati dari masyarakat calon konstituen, bahkan beberapa diantaranya sudah mengadu strategi.
Dari upaya merebut simpati tersebut, terbentuklah berbagai macam tim relawan yang menggaungkan bakal calonnya dengan harapan mendapat pintu untuk selanjutnya terdaftar sebagai calon.
Satu diantaranya, Relawan Sabhangka Andi Sumangerukka (ASR) yang telah terbentuk di Kabupaten Muna. Relawan yang menggaungkan Andi Sumangerukka (ASR) ini, di nahkodai oleh Andi Yayu.
Kepada sabhangka.com, Andi Yayu menyampaikan bahwa saat ini relawan Sabhangka ASR sudah terbentuk di 17 Kabupaten/Kota, dan ia di daulat mengkoordinir tiga Kabupaten, yakni, Kabupaten Muna, Muna Barat dan Buton Utara.
Andi Yayu yang akrab disapa Yayu ini menyadari bahwa setiap kontestasi Pilkada maupun Pilgub di Sultra, selalu memiliki warna tersendiri.
“Saling mengunggulkan dan menjatuhkan menghiasi status linimasa pada beranda media sosial menjadi tontonan di tiap harinya, bahkan himbauan memilih putra daerah bertebaran pada platform media sosial, maupun media mainstream,” ujar Yayu. Kamis (5/7/2024).
Yayu bilang, pertarungan politik di Sultra, memang tak bisa lepas dari rasa kedaerahan. Faktor putra daerah dalam setiap perhelatan dianggap masih cukup penting oleh beberapa kelompok masyarakat.
Yayu menyadari, isu putra daerah menjadi salah satu strategi pemenangan calon tertentu. Hal itu sebagai upaya merebut simpati masyarakat. Menurutnya, isu putra daerah ini tergolong baru di Sultra
“Masyarakat Kabupaten Muna dan Muna Barat tidak bodoh, di jaman ‘Now’ begini, isu putra daerah itu tak lagi relevan, apalagi rata-rata masyarakat Kabupaten Muna dan Muna Barat selalu melihat rekam jejak calon pemimpinnya,” kata Yayu.
Kepada relawan Sabhangka ASR, Yayu mengingatkan, seorang calon kepala daerah semestinya dinilai dari program yang ditawarkan, rekam jejak, integritas, kemampuan dan kompetensi.
“Isu putra daerah ini digunakan sebagai propaganda tradisional dan di kawinkan dengan politik identitas, sehingga hal ini menjadi tidak baik dalam konteks nasionalisme,” kata Yayu.
Lebih lanjut Yayu bilang, kita ini kan warga negara Indonesia, sepanjang itu tidak menabrak ketentuan yang berlaku dan masih dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia serta siap mengabdikan diri, maju terus.
Bagi Yayu saat ini bukan lagi zamannya etnosentrisme, zaman dimana kita harus memberi penilaian terhadap kebudayaan lain atas dasar nilai sosial dan standar budaya sendiri.
“Ketika kita nyatakan bahwa ini adalah NKRI, semua warga negara berhak memilih dan dipilih, olehnya jangan biarkan terkurung dalan etnosentrisme seperti itu,” pungkas Yayu.