Oleh: Bardal
(Masyarakat Pemerhati Demokrasi Kabupaten Muna)
Di tengah gemuruh kontestasi politik yang sering kali dipenuhi dengan ambisi besar dan manuver kekuasaan, Bachrun hadir sebagai sosok yang berbeda. Dalam berbagai kesempatan, ia tak henti-hentinya menekankan bahwa lawan terbesarnya bukanlah para pesaing, melainkan dirinya sendiri, godaan ambisi kekuasaan. Bachrun menyadari bahwa seorang pemimpin yang baik bukanlah mereka yang hanya mengejar kekuasaan, tetapi yang mampu menjaga kerendahan hati di tengah segala peluang untuk berkuasa.
Pada era politik saat ini, kerendahan hati jarang menjadi kualitas yang di apresiasi, kerap kali menjadi cibiran dari sebagian orang, sehingga kebanyakan kandidat berlomba-lomba untuk menunjukkan kekuatan, mengklaim bahwa mereka adalah yang paling layak dan paling unggul. Namun, Bachrun mengambil jalan yang berbeda.
Ia meyakini bahwa jabatan bukanlah sebuah piala yang harus direbut, melainkan amanah yang membutuhkan tanggung jawab besar. Dalam tiap langkahnya, ia menunjukkan bahwa pelayanan kepada masyarakat harus menjadi prioritas, bukan sekadar ambisi pribadi.
Menaklukkan Ambisi dengan Kerendahan Hati
Bachrun dengan rendah hati mengakui bahwa ambisi adalah bagian dari setiap individu, termasuk dirinya. Namun, ia memilih untuk tidak membiarkan ambisi itu menguasai dirinya. Bagi Bachrun, pemimpin sejati adalah mereka yang mampu menempatkan kepentingan orang banyak di atas kepentingan pribadi. Dalam politik, kekuasaan seringkali datang dengan godaan besar: kekayaan, pengaruh, dan status. Namun, Bachrun tetap teguh dengan prinsipnya bahwa kekuasaan harus dijalankan dengan hati nurani dan kerendahan hati.
Hal ini tampak jelas dalam pendekatan kampanyenya. Alih-alih menjual janji-janji besar, Bachrun lebih memilih untuk mendengarkan aspirasi masyarakat. Ia tidak berusaha untuk tampil sebagai sosok yang “paling tahu”, tetapi sebagai pemimpin yang siap belajar dan melayani. Sikap rendah hati inilah yang menjadi kekuatan utamanya, sebuah nilai yang semakin langka dalam dunia politik yang penuh dengan egosentrisme.
Kekuatan Pemimpin Rendah Hati
Kerendahan hati bukan berarti lemah atau tidak berambisi. Justru, pemimpin rendah hati seperti Bachrun memiliki ambisi besar: ambisi untuk membawa perubahan positif bagi masyarakat. Perbedaannya adalah, ambisi ini tidak didorong oleh hasrat untuk berkuasa, tetapi oleh keinginan tulus untuk berbuat lebih baik. Bachrun tahu bahwa kekuasaan yang tidak diiringi dengan kerendahan hati hanya akan menjadi senjata yang membahayakan, bukan alat untuk kebaikan.
Ia paham bahwa menjadi pemimpin adalah sebuah perjalanan yang panjang, dan dalam perjalanan itu, tantangan terbesar datang dari dalam diri. Bachrun tak gentar menghadapi pesaingnya, namun yang ia benar-benar waspadai adalah bagaimana menjaga integritas dan kerendahan hati ketika berada di puncak kekuasaan.
Pelajaran dari Sosok Bachrun
Kita semua bisa belajar dari sikap Bachrun dalam menghadapi dinamika politik. Dalam kehidupan sehari-hari, godaan untuk mengejar kekuasaan dan status seringkali membuat kita melupakan esensi sebenarnya dari kepemimpinan: melayani dan mendengarkan. Bachrun mengingatkan kita bahwa pemimpin yang baik adalah mereka yang tetap rendah hati, yang tidak menjadikan ambisi sebagai kompas utama, tetapi menjadikan pelayanan kepada masyarakat sebagai tujuan akhir.
Di tengah hiruk-pikuk politik yang seringkali berorientasi pada kemenangan semata, Bachrun menunjukkan bahwa kerendahan hati adalah kekuatan sejati. Dengan prinsip ini, ia mengajarkan kita semua bahwa seorang pemimpin tidak diukur dari seberapa tinggi ia bisa mendaki, tetapi dari seberapa baik ia bisa melayani tanpa kehilangan dirinya dalam godaan kekuasaan.
Pada akhirnya, Bachrun bukan hanya melawan empat pesaing lainnya, tetapi lebih dari itu, ia melawan dirinya sendiri, tetapi melawan ambisi yang bisa menjerumuskannya dalam ilusi kekuasaan. Dan dalam perjuangan ini, kerendahan hati adalah kunci kemenangan sejati.